<div style='background-color: none transparent;'></div>
Home » » Mengajar Dengan Media Kreatif

Mengajar Dengan Media Kreatif

Bahasa Inggris merupakan salah satu keterampilan hidup (life skills) yang harus di kuasai setiap siswa agar mereka memiliki keunggulan competitive baik dalam memasuki dunia kerja maupun ketika hendak meneruskan ke perguruan tinggi. Hal ini ditunjukkan dalam Undang-undang No 25 tahun 2000 tentang Propernas 2000-2004) tentang Muatan pendidikan yang menekankan kecakapan atau life skills dengan mengoptimalkan kemampuan berbahasa asing dan tentu saja berbahasa Indonesia yang baik dan lancar.
“sorry……….terlalu serius, sampai UU pun di bawa-bawa”. Sebenarnya, penulis cuma ingins turut berpartisipasi atas keluhan masyarakat yang merasakan rendahnya minat siswa dalam berbahasa asing (khususnya bahasa Inggris). Padahal durasi waktu (kurang lebih 100 jam) yang mereka gunakan per semester dalam mempelajari bahasa Inggris cukup luang. Bayangkan…..dalam satu semester, mereka sebenarnya sudah bisa berbahasa inggris meskipun sedikit “patah-patah” (hehehe….. jadi ingat goyang patah-patah). Apalagi jika di akumulasi seluruh jam perlajaran bahasa Inggris di bangku SMP dan SMA…..perguruan tinggi pasti tidak repot-repot lagi mengurusi kekurangan mereka dalam berbahasa inggris.
Berbagai bentuk pembelaan bernuansa keluhan pun bermunculan ketika melihat kondisi ini. Sekolah-sekolah yang di harapkan bertugas memproduksi siswa-siswa yang mampu berbahasa Inggris dengan baik dan lancar pun ikut-ikut mengeluh. Terutama sekolah-sekolah dengan minim sarana dan prasarana belajar bahasa Inggris. “Sekolah butuh lab. Bahasa bung…”, atau “apa boleh buat, sarana kami tidak cukup”. Hehehe….itulah sedikit pembelaan mereka dan ujung-ujungnya menyalahkan institusi yang menaunginya (atau memang perlu di salahkan karena keseringan terjadi ketidakmerataan pembagian porsi dana pendidikan antara di kota dan di desa).
Sebenarnya ada sekian factor yang menyebabkan rendahnya kualitas bahasa Inggris siswa, salah satunya adalah kehidupan kelas yang membosankan (hmmm…sorry penulis jadi sok sukses di dunia pembelajaran..hehehe…). Bahkan sebagian siswa SMP harus drop out dari sekolah akibat proses pembelajaran yang monoton (itu-itu saja caranya) meskipun biaya sekolah di SMP sudah di gratiskan. Jauh-jauh sebelumnya Everet Reimer menyarakan dalam bukunya “School is Dead” bahwa sekolah sebaiknya mampu membeda-bedakan antara kemampuan semua siswa atau keluar dari paradigma generalization. Lebih jelasnya, Paulo Freire dalam bukunya “Pedagogy Of The Oppressed” mengatakan bahwa dalam proses belajar mengajar, sebaiknya terjadi perbincangan antara “subject to subject”, bukan “subject to object”. “Sering kali siswa menjadi object pembelajaran hingga akhir proses belajar mengajar” kata Paulo Freire.
Tapi sudahlah……mari kita berbincang yang sedehana-sederhana saja sambil menyusun satu alternative pembelajaran yang bisa membuat para kritikus-kritikus diatas terenyum lebar. Mari kita mulai dengan satu pernyataan ……”Let’s make enjoying learning”……… dan ternyata masih ada yang mengatakan “tidak mudah bung, menciptakan orkestra di dalam kelas pun membutuhkan sarana dan prasarana yang mahal”….okey…okey, jika ternyata sarana dan prasarana selalu menjadi kendala, yah….silahkan berurusan dengan pihak yang berwenang (institusi pendidikan yang berfungsi menyalurkan yang anda butuhkan), tapi pendidikan dan perkembangan anak tidak bisa di tunda atau di jadwalkan “nanti”. “Let’s do it simply” mungkin anjuran ini untuk menutupi segala kekurangan kita hari ini.



Let’s do it Simply

Proses pembelajaran yang menyenangkan (enjoying learning) memang tidak lepas dari peran media pembelajaran. Dalam memilih media, partisipasi siswa harus di libatkan karena pola pikir yang masih sederhana mereka mungkin bisa membantu untuk menciptakan media pembelajaran yang sederhana pula.
Selanjutnya, setelah media sederhana ada, tugas guru adalah pembantu umum (selain motifator) jika siswa kesulitan dalam menggunakan media tersebut. Titik tekan pada proses ini adalah pendidikan menginginkan siswa sebagai creator (pencipta) dalam suasana pembelajaran dan tentunya guru harus mampu melihat siswa dari berbagai sisi. Siswa tidak hanya di lihat dari segi kecerdasan linguistiknya saja, tapi juga kecerdasan spasial, kinestik tubuhnya, musik, interpersonal dan interpersonalnya juga (Gardner, Theory of Multiple Intelegence).
Jika tak terpecahkan atau media sulit di temukan, atau betul-betul “buntu”…kembalilah ke papan tulis kemudian mulailah menggambar sesuatu yang sederhana kemudian bicangkan dengan siswa apa yang sedang anda gambar……dan jika keahlian anda dalam menggambar di pertanyakan…mintalah siswa untuk menggambarkan sebuah kegiatan atau situasi yang nantinya di diskusikan. Coba anda lihat gambar sederhana berikut ini:




: Marlin (Anggota Forum)
Share this article :

1 komentar:

NASHWA DP mengatakan...

anyway.. artikelnya keren, tapi lbih keren lagi kalo disertakan materi dengan contoh media yg menarik, sekalian dgn rpp-nya, Pak... hehehe :-D

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. MGMP BAHASA INGGRIS . All Rights Reserved
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Modify by Creating Website. Inpire by Darkmatter Rockettheme Proudly powered by Blogger